Tutur Luhur Seniman Kentrung Tulungagung

Redaksi
30 Des 2022 01:57
Kediri Raya 2 538
5 menit membaca

TULUNGAGUNG – Berpendar untaian perhiasan terselip mengelilingi sanggul. Kebaya hitam bersulam benang perak dengan jarik warna serupa, menutup tubuh perempuan yang tak lagi muda.

Di usia senja, Mbah Gimah, aktif berkiprah mempertahankan kesenian Kentrung Tulungagung. Seni bertutur yang disajikan melalui alur cerita dengan iringan alat musik kendang dan rebana.

Pemain utama dikenal sebagai Dalang, sedang seorang pengiring disebutnya Panjak. Secara harfiah, kata Kentrung berasal dari frasa Ngreken dan Njantrung, othak-athik dan angen-angen cerito.

Malam itu ia menyusuri jalanan kampung, baru saja pulang dari manggung. Berjalan sembari bersahut sapa dengan para tetangga.

Monggo bulek, monggo,” sapaan ramah khas Jawa Timuran kepada Mbah Gimah, dibalas dengan senyuman sampai kadang terlibat percakapan.

Mbah Gimah ketika ditemui di rumahnya

Tahun 1962, awal Mbah Gimah dinobatkan sebagai Dalang Kentrung. Bakat sebagai Dalang Kentrung diakuinya warisan dari sang kakek. Darah seni itu Kemudian mengalir ke bapak lalu menurun kepada dirinya.

Mbah kulo nggeh Dalang Kentrung, bapak kulo nggeh Dalang Kentrung (Kakek saya juga Dalang Kentrung, bapak saya juga Dalang Kentrung),” aku Mbah Gimah.

Ia bercerita bagaimana awal mula mengenal dunia Kentrung sampai lihai membawakannya. Kisah itu dimulai dari semasa kecil dulu, Mbah Gimah selalu menemani bapak ngamen Kentrung dari panggung ke panggung.

Hidup berdua dengan bapak, membentuk Mbah Gimah menjadi wanita kuat. Sementara si ibu telah lama wafat, sebulan lebih setelah melahirkan dirinya.

Menginjak usia 10 tahun, Mbah Gimah sudah jago ngentrung. Ia dipercaya bapak menjadi Panjak, umpan tutur Dalang kerap ditanggapi lucu sambil kendang ditabuh.

Sepanjang waktu dijalani Mbah Gimah hanya dengan ngamen Kentrung, tidak sempat mengenyam pendidikan. Jadinya buta aksara. Untuk sekedar menulis nama sendiri pun, ia mengaku tidak bisa.

Kendati tak pernah bersekolah, Mbah Gimah tetap percaya diri mengarungi kehidupan. Dengan bakat yang dimiliki, ia masih bisa mengais rezeki sampai dewasa. Ya paling tidak katanya, untuk menghidupi diri sendiri.

Dalang Kentrung bagi Mbah Gimah bukan sekedar profesi. Ia melakoni karena telah menjadi jati diri, panggilan jiwa yang datang tiba-tiba.

Suatu ketika, sepeninggal bapak, sebuah kelompok Kentrung mengajaknya bergabung.

Kancane kurang, Dalange mboten wonten trus kulo saged ndalang (Kru-nya kurang, Dalangnya tidak ada, lalu saya bisa ndalang),” lanjutnya.

Para seniman tertegun menyaksikan kepiawaian Mbah Gimah ndalang Kentrung. Semenjak saat itu, setiap ada undangan ngentrung, Mbah Gimah didapuk jadi Dalang.

Di tengah modernisasi zaman, kesenian Kentrung semakin terpinggirkan. Masyarakat mulai jarang memakai kesenian Kentrung sebagai hiburan.

Mbah Gimah pasrah, maestro Kentrung ini tidak resah. Ketika jadwal manggungnya sepi, ia menyibukkan diri beternak ayam kampung. Cara lain menyambung hidup.

Yo digawe samben ngopeni pitik, mboh menowo ono tanggapan ya budal (Ya dibuat sambilan memelihara ayam, suatu saat jika ada pertunjukan ya berangkat),” ucap Mbah Gimah.

Setiap ngentrung, Mbah Gimah biasa ditemani suami. Dulu suaminya juga sebagai Panjak. Karena yang bersangkutan lebih dulu menghadap Yang Maha Kuasa, Mbah Gimah akhirnya menunjuk Pak Bibit menggantikan posisi almarhum. Sejak tahun 1995, Mbah Gimah dan Pak Bibit kompak ngentrung.

Mbah Gimah menyampaikan, kesenian Kentrung biasanya dihadirkan untuk memenuhi nazar. Yakni janji berbuat sesuatu untuk mencapai maksud tertentu, dan hal itu langka. Makanya pertunjukan Kentrung jarang dijumpai, apalagi semakin hari kesenian tradisional masyarakat mataraman ini tidak diminati lagi.

Nanggap Kentrung inikan sing asring niku kangge nadar-nadar, ngoten niku. Nggeh nadar misale suwi nggak nduwe anak, bar nduwe anak ta nanggap Kentrung (Ngundang Kentrung inikan yang sering untuk memenuhi nazar, seperti itu. Ya misalnya ada yang lama nggak punya keturunan, sudah dikasih momongan ngundang Kentrung),” ucap Mbah Gimah.

Dia berharap, kesenian yang mulai terlupakan itu tetap lestari. Para generasi muda seharusnya bersedia belajar kesenian Kentrung supaya tidak punah. Khususnya di Tulungagung, tanah kelahiran Mbah Gimah.

Umpami kulo tinggal, Tulungagung tetep ono Kentrunge (umpama saya meninggal, Tulungagung tetap memiliki Kentrung),” singkatnya.

Beruntung, seorang seniman muda Tulungagung, Yayak, bersedia melanjutkan tongkat estafet perjuangan Mbah Gimah agar Kentrung tak tergerus peradaban.

Yayak, Pengajar eskul kesenian Kentrung di SMPN 2 Campurdarat Tulungagung

Pengajar eskul kesenian Kentrung di SMPN 2 Campurdarat itu menyampaikan kesediannya berkat pesan luhur yang diberikan Mbah Gimah.

Mbah Gimah, seniman Kentrung satu-satunya di Tulungagung kala itu berpesan, kalaupun ia mati jangan sampai Kentrung ikut mati.

Mbah Gimah menaruh harapan kepada dirinya agar tidak henti melestarikan kesenian Kentrung dengan cara apapun.

“Mbah Gimah bilang jangan seperti ini, sampean kan punya murid. Murid sampean kan banyak, kembangkan, kembangkan. Kentrung ojo sampe punah, matio Mbah Gimah e Kentrung e mung ojo mati,” katanya.

Yayak bersyukur, pesan luhur Mbah Gimah akhirnya terwujud. Murid-murid di Sanggar Seni Gedhang Godhog banyak mulai tertarik mempelajari Kentrung, walaupun diubah dengan kreasi baru.

Upaya ini kemudian sampai ke telinga Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Kesenian Kentrung yang dimotori Yayak akhirnya diperhatikan.

Kentrung bukan hanya pada tontonannya, melainkan tatanan dan tuntunan. Membiarkan tutur Mbah Gimah hilang begitu saja sama artinya dengan pembiaran terhadap punahnya kesenian Nusantara.

*tulisan ini berdasar audiovisual berjudul Tutur Luhur Seniman Kentrung yang terpilih dalam Program Akuisisi Pengetahuan Lokal 2021 yang diselenggarakan oleh Balai Media dan Reproduksi (Lipi Press) Lembaga Pengetahuan Indonesia.

Penulis : M Dofir

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    TefIdenue
    1 tahun  lalu

    pastillas priligy en mexico Five paraffin embedded pathologically proved cervical cancer samples were used as positive controls

    Balas
    TefIdenue
    1 tahun  lalu

    Furosemide Solution 10mg mL 60mL order priligy online Sontas and co workers 28 reported an interesting case of uterine stump leiomyoma, occurring 8 years following incomplete ovariohysterectomy

    Balas